top of page
๊ฒ€์ƒ‰
kaistina0

Tips Berpuasa Saat Musim Panas

Credit : Bivan Alzacky Harmanto (mahasiswa Master Spring 2017, School of Computing) Tulisan ini juga dimuat di detik.com, oleh penulis yang sama pada tanggal 19 Mei 2018 (Link di bagian bawah tulisan ini) โ€‹ Lamanya waktu berpuasa berbeda-beda antara negara satu dengan lainnya. Tapi yang penting, semua sama, yakni harus berpuasa dari terbit Fajar sampai terbenamnya matahari. Di Korea Selatan (Korsel), negeri yang saya tinggali saat ini misalnya, waktu berpuasa adalah sekitar 16 jam. Ini karena bulan puasa tahun ini di Korsel jatuh pada musim panas. Enam belas jam memang terdengar panjang jika dibandingkan dengan di Indonesia yang waktu puasanya hanya berkisar 12-13 jam. Namun demikian, suasana berpuasa di Korsel layaknya di negara rantau yang lain (khususnya di negara minoritas muslim), berbeda dengan di Indonesia. Ada beberapa pengalaman unik yang saya alami sendiri selama bulan Ramadan sambil berkuliah di Negeri Ginseng ini. โ€‹ Banyak yang Tidak Mengerti Berhubung negara tempat saya studi merupakan negara muslim minoritas, cukup banyak masyarakat sekitar yang belum terlalu paham dan mengerti tentang puasa. Mereka pun terkadang bertanya, misalnya, alasan saya tidak ikut makan siang atau makan malam bersama selama berpuasa. Waktu subuh di Korsel sekitar jam 3 pagi dan waktu berbuka adalah sekitar jam 8 malam. Rentang waktu ini sudah jauh melewati waktu makan malam masyarakat di sini pada umumnya. Dan ketika dihadapkan dengan pertanyaan ini, saya pun harus menjawab seputar puasa secara detail. โ€‹ Bagaimana reaksi mereka? Cukup beragam. Tapi yang paling umum biasanya adalah reaksi terkejut. "Serius? Kamu harus menahan diri dari makan dan minum selama itu? Pasti susah sekali. Bagaimana kamu melakukannya?." Demikian biasanya ujar teman-teman saya sambil terkaget-kaget. โ€‹ Di sinilah saya tergerak menjelaskan makna dari bulan Ramadan itu sendiri, yakni mengapa kami sebagai umat muslim ikhlas menjalankannya. Biasanya, pertanyaan kemudian melebar ke pengertian dari Islam itu sendiri, dan anehnya kemudian bisa merembet menanyakan isu seputar terorisme yang sayangnya, akhir-akhir ini sangat melekat pada Islam. Tapi saya tertantang untuk benar-benar mengerti esensi dari pertanyaan dan juga jawabannya sebelum menjelaskannya kepada mereka. Agar jawaban yang saya berikan bisa memuaskan keingintahuan mereka, biasanya beberapa hari sebelum Ramadan tiba, saya sudah terlebih dahulu memasok diri sendiri dengan ilmu keagamaan. โ€‹ Selain membersihkan hati, juga sebagai ajang memperdalam ilmu keagamaan. Bagi saya, hitung-hitung ini adalah salah satu bentuk dakwah yang bisa dilakukan di Negeri Ginseng. Setidaknya, masyarakat yang masih awam terhadap Islam bisa lebih mengerti dan tidak mudah termakan isu-isu negatif seputar Islam yang saat ini bertebaran di mana-mana. โ€‹ Mendapat Keluarga Baru Hal yang mungkin dirasa berat bagi para mahasiswa perantau adalah melaksanakan ibadah puasa jauh dari keluarga. Sebelum merantau, biasanya saya melaksanakan ibadah puasa ini bersama keluarga, mulai dari sahur dengan masakan buatan ibunda tercinta sampai berbuka pun dengan masakan yang telah dibuat penuh cinta. Kemudian, menjelang akhir bulan puasa, kita sudah disibukkan dengan berbagai macam persiapan mudik menuju kampung halaman. Tapi hal ini tentunya tidak akan kita rasakan jika berpuasa di negeri rantau. โ€‹ Yang saya alami, karena bulan puasa jatuh pada tanggal di mana kalender akademik di Korsel masih berjalan, selagi puasa tetap harus menjalankan aktivitas sehari-hari seperti biasa. Apalagi saya merupakan mahasiswa pascasarjana di Korea, yang berarti selain kuliah umum, saya juga harus tetap di lab bersama Professor. Jadi, biasanya keinginan untuk dapat merasakan berpuasa bersama keluarga hanya angan-angan. Pengecualian untuk Lebaran, mungkin saya bisa mengajukan cuti dari lab selama beberapa hari untuk bisa kembali ke Indonesia demi merayakan hari suci tersebut. Namun kebanyakan, bahkan saat Lebaran pun tetap harus datang ke lab.



Gambar 1. Kumpul-kumpul untuk Sahur Bersama beberapa anak KAIST, 2018

Gambar 2. Kumpul makanan. Kadang-kadang pakai sistem potluck (masing-masing bawa makanan sendiri, saat kumpul mungkin saling berbagi satu sama lain)

Biasanya kami diberi keringanan hanya di pagi hari, jika kebetulan Lebaran jatuh di hari kerja. Akan tetapi, berbagai macam rintangan justru membuat saya mendapatkan keluarga baru di sini. Banyak pula teman-teman yang senasib. Biasanya, bersama teman-teman tersebut saya menjalankan sahur bersama, buka bersama dan juga sholat Idul Fitri bersama. Terlebih lagi, ada juga mahasiswa perantau yang sudah berkeluarga, terkadang mahasiswa-mahasiswa yang masih bujang seperti saya diundang ke rumahnya untuk makan bersama. Di momen seperti inilah saya merasa bersyukur bisa menikmati masakan Indonesia lagi. Biasanya juga, Kedutaan Besar Republik Indonesia mengadakan acara buka puasa bersama, yang mengundang mahasiswa Indonesia di Korea untuk bergabung. โ€‹ Pengalaman seperti itu yang membuat saya tetap bersyukur untuk bisa merasakan, minimal sekali seumur hidup, berpuasa di Negeri Ginseng dan juga jauh dari keluarga. Selain mendapatkan pengalaman baru, saya juga bisa mempererat tali silahturahmi dengan teman sesama muslim yang ada di Korea ini dan siapa tahu bisa mempermudah untuk mendapatkan jodoh hehehe. โ€‹ Memang, untuk menjalankan ibadah puasa di sini, diperlukan strategi khusus. Tapi dari strategi itulah, kita bisa mendapatkan banyak pelajaran dan kesempatan baru yang tidak akan kita dapatkan, seandainya kita melaksanakannya di negeri sendiri. โ€‹ Adaptasi di Lingkungan yang Berbeda Berpuasa di Korsel, yang di tahun ini memakan waktu sekitar 16 jam tentunya tidak mudah untuk dijalani jika tidak dengan niat yang tulus. Jujur saja, pada saat saya pertama kali berpuasa di sini sekitar empat tahun lalu, saya merasa cepat lapar dan haus, apalagi tiga jam sebelum waktu berbuka. Saya ingat ketika pertama kali berpuasa di Korsel, saya tidak terlalu memperhatikan asupan makanan yang saya konsumsi selama sahur, karena masih mengikuti asupan makanan seperti berpuasa di Tanah Air. Akibatnya, di awal-awal puasa saya menderita karena harus menahan lapar dan haus dalam jangka waktu yang lebih lama, dengan kondisi fisik yang tidak prima karena asupan yang asal-asalan. โ€‹ Sejak itu, saya mulai menjelajahi internet mencari-cari tips dan trik berpuasa dalam jangka waktu yang lebih lama. Saya baru tahu, bahwa asupan makanan harus dikondisikan agar kita dapat tetap bugar selama berpuasa, bahkan dalam periode yang cukup panjang. Sejak saat itu, saya mulai menata ulang strategi saya untuk berpuasa, dalam hal ini memilih makanan dan minuman yang cocok untuk disantap selama sahur. Kali ini, selain harus memenuhi empat sehat lima sempurna, juga harus bisa tahan lama di dalam perut. โ€‹ Saya juga harus 'mengencangkan ikat pinggang'. Di Indonesia, selama siang hari di bulan Ramadan, warung-warung makanan diusahakan dapat ditutup atau minimal dibuka sebagian. Di sini, semua warung makan tetap beroperasi seperti biasa. Selain itu, kita juga harus terbiasa melihat teman kita yang cuek saja makan dan minum di depan kita. Bukan karena intoleran, tetapi karena mereka belum paham tentang hal tersebut. โ€‹ Tantangan lainnya adalah menahan hati dan pandangan melihat kaum hawa berpakaian terbuka berlalu lalang. Pasalnya, Ramadan di Korsel tahun ini bertepatan dengan musim panas sehingga pakaian mereka pun menyesuaikan. Namun saya yakin, dengan ujian yang cukup banyak itu, ada hikmah dan nikmat yang tersimpan di dalamnya. Saya percaya bahwa dengan ujian yang lebih banyak dari biasanya, pahala yang kita dapatkan Insya Allah akan lebih banyak jika bisa melewatinya dengan sabar dan lancar. Yang jelas, pengalaman ini menempa kemampuan saya beradaptasi. Tentu ini akan sangat bermanfaat bagi kehidupan saya ke depannya. Dari semua suka duka yang saya alami selama berpuasa di Korsel, secara keseluruhan saya merasa sangat bersyukur telah diberikan kesempatan berpuasa di negeri orang. โ€‹ Memang berat, tapi percayalah bahwa nikmat yang tersimpan juga luar biasa jika sanggup menjalaninya. Mulai dari keluarga baru, kesempatan yang baru, dan pengalaman yang tentunya tidak akan didapatkan jika tidak merantau. Selamat menjalankan ibadah puasa untuk teman-teman muslim di Indonesia dan di manapun kalian berada. Semoga kita semua dapat menggapai keberkahan dari bulan Ramadan yang suci ini. Semangat teman-teman semua!



Gambar 3. Suasana Lebaran di Yeongdoungpo, Seoul (2017)

Gambar 4. Suasana habis Sholat Ied di Yurim Park, Daejeon (2014)
์กฐํšŒ์ˆ˜ 9ํšŒ๋Œ“๊ธ€ 0๊ฐœ

์ตœ๊ทผ ๊ฒŒ์‹œ๋ฌผ

์ „์ฒด ๋ณด๊ธฐ

Comments


bottom of page